Kisah John Wood dan Room to Read

bookcover.jpgbuku1.jpg

Leaving Microsoft To Change The World” Kalau anda baca buku ini kemudian berbicara selayaknya manusia “normal” yang mendambakan harta, karir, dan kedudukan yang gemilang, saya jamin spontan akan keluar dari mulut anda kata-kata “Bodoh kau John!”

Buku otobiografi ini ditulis dengan bahasa yang sederhana, namun tiap peristiwa tersaji secara runut dan detail . meski bukan karya seorang sastrawan buku ini sangat enak sekali untuk dibaca dari halaman pertama hingga terakhir.

Buku ini dimulai dari liburan panjang John Wood (penulis) yang telah menghabiskan hidupnya dengan berkarir selama sembilan tahun di Microsoft. Ia terbang dan melakukan perjalanan ke Nepal, hingga pada suatu hari di sebuah kedai bir ia berkenalan dengan Pasuphati seorang pegawai pemerintah yang bertanggung jawab mencari sumber daya bagi 17 sekolah di pedalaman provinsi di Nepal.

Dari orang inilah John mengetahui bahwa angka buta huruf dinepal mencapai 70 %, terburuk di dunia. Hal ini terjadi bukan disebabkan karena warga Nepal itu malas dan bodoh, melainkan negara ini terlalu miskin untuk mengupayakan sekolah, buku, dan guru. John penasaran dan sangat tertarik dengan cerita tersebut. Keesokan harinya dengan berjalan kaki selama dua jam mereka berdua mengunjungi sebuah sekolah di suatu desa. Di sekolah itu ia melihat satu ruang perpustakaan yang melayani 450 siswa tanpa sebuah buku pun. Seuntai kalimat yang disampaikan oleh Kepala sekolah sangat menyentuh Jhon “Barangkali Pak, Suatu hari anda akan kembali dengan buku-buku.” Demikian kepala sekolah tersebut berpesan, dan kalimat ini juga yang akhirnya mengubah hidup Seorang Direktur Pemasaran Microsoft di Australia itu selamanya.

Kembali dari Nepal ke Sydney Australia, disela-sela pekerjaannya John menyurati keluarga, kenalan, dan siapa pun juga untuk mengumpulkan buku baru dan bekas buat dikirim ke Nepal. Diluar prasangkanya berkarung-karung buku dating dari segala penjuru Amerika dan kemudian dikirm ke Nepal.

Sejak kejadian ini John seperti bekerja pada dua tempat. Kondisi ini membuatnya berfikir untuk memilih salah satu. Sebuah keputusan akhirnya keluar,  ia harus meninggalkan Microsoft dan mendirikan Books for Nepal. Tidak mudah baginya mengambil keputusan yang radikal ini, namun baginya satu tahun yang sukses dalam karir hanya akan membantu satu perusahaan kaya menjadi semakin kaya. Microsoft hanya akan merasa kehilangan satu-dua bulan saja, kemudian mencari pengganti dan selanjutnya akan dilupakan seolah-olah kita tidak pernah bekerja di sana. Sedangkan di belahan bumi lainnya ada banyak manusia yang menanti peranan John membantu desa-desa miskin dalam membangun sekolah dan menyediakan buku-buku.

Dan yang menarik adalah ketika mengelola lembaga nirlaba ini, John berupaya menerapkan semua pelajaran yang ia peroleh di Microsoft. Kombinasi gairah, kerjasama tim, dan disiplin yang tinggi ala perusahaan kelas dunia coba ia terapkan. Books for Nepal pun berubah nama seiring program mereka di Vietnam menjadi Room To Read.

Lembaga ini terus tumbuh, mereka telah membangun 3600 perpustakaan di negara-negara berkembang. John dan rekan-rekan telah melampaui Andrew Carnegie seorang dermawan asala Amerika yang membangun 2000 perpustakaan di Eropa dan Amerika Serikat pada abad ke-19.

Lalu bagaimana menurut anda sekarang, masihkah kata “bodoh” itu pantas untuknya?

Bacalah buku ini selain inspiratif juga dapat membuka hati dan pikiran kita akan arti lain dari sebuah kata bahagia. Setidaknya barometer kebahagiaan dalam kehidupan ini tidak selalu harus diukur dengan harta, kedudukan, dan karir yang gemilang. Buku ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama, kalau ada waktu silahkan baca baca buku ini guna melihat sisi lain dari sebuah perjalanan yang mengandung banyak sekali pelajaran.

 

Tinggalkan komentar